AKU DAN CADARKU
Ya,
cadarku. Niqob yang bersematkan menutupi wajahku, beberapa waktu lalu. Mengingatkanku
pada awal mula ku memakainya.
14
Februari 2019 adalah kali pertama ku coba sematkan sehelai kain pada mukaku.
10
Februari 2019, kali pertama ku bertemu pada seorang anak yang berani mencoba
berniqob waktu itu. Yang ku tahu, aku tak memikirkan apapun. Hanya saja,
tanganku bergerak sendiri memesan cadar melalui olshop. Aneh banget ya? Hahah.
14
Februari 2019, aku mencoba untuk pertama kali keluar dalam penampilan yang berbeda.
Malahan terasa aneh ketika aku melihat diriku di cermin, apakah benar itu aku?
Ada perasaan tenang di sana, pun dengan perasaan takut dalam waktu yang
bersamaan pula. Saat itu ku putuskan akan memakai niqob saat keluar ke
keramaian dan banyak orang tak mengenalku. Ya, itu jadi alasanku. Sedangkan di
kampus? Aku lebih memilih menggunakan masker saja.
Aku
tak memberitahu keluargaku, ku rasa belum saatnya. Aku tak mengenalkan diriku
yang seperti itu pada orang lain. Tak juga sosmed. Biar mereka sendiri
melihatnya, biar mereka sendiri yang menilai. Aku sama sekali tidak terusik dengan
desas desus di belakangku.
Aku
sangat nyaman dengan diriku yang berniqob. Tak perlu make-up, tak perlu
dipandang dalam oleh laki-laki, bahkan beberapa orang tak berani merendahkanku
lagi. Sungguh wanita berniqob begitu mulia dan terjaga. Barakallahu fiikum.
Namun,
waktu demi waktu terus berganti. Realita baru mau tak mau pun harus dihadapi.
Aku ini orang yang doyan up to date dengan kabar terkini. Bidang apapun aku
ingin tahu. Beberapa bulan setelah aku menggunakan niqob, aku dapati kenyataan
bahwa... saat ini, wanita bercadar terlihat cantik dan menarik. Saat itu, aku
sedang bermain youtube dan qodarullah
saat itu aku menonton salah satu channel seorang yg berprofesi ojek online.
Kaget banget rasanya. Ketika dia (laki-laki) mendapatkan penumpang bercadar,
banyak banget komentar-komentar ikhwan genit yang salah fokus malah bikin
takut.
Bahkan
beberapa dari temen ikhwanku (lintas organisasi kampus), kalau udah lihat
perempuan bercadar malah dilirik-lirik terus. “Dasar kalian! Udah ketutup,
masih aja dilihatin.”. Mereka malah bilang, “gimana ya? Adem sih.” .... Huft
guysss... mata laki-laki itu bener-bener dihiasi godaan dari syaitan ya?
beneran penting tau menundukkan pandangan itu!
Gara-gara
kejadian itu, perlahan aku melepas cadar yang sempat sering ku sematkan pada
wajahku. Kugantikan dengan masker yang kalau dinalar sih, fungsinya sama aja
kayak niqob. Waktu berlalu, hal baru mengganggu isi kepalaku. “Adab.. adab..
adab”. Cukup sering juga aku dijajal dengan ilmu mengenai adab. Sungguh, adab
itu kedudukannya lebih tinggi dari pada ilmu itu sendiri. Pernah suatu kali,
aku dan temanku terpaksa harus ikhtilat untuk berdiskusi perihal komunitas. Aku
dan beberapa temen cowok di situ, sudah akrab. Kami sudah kenal akrab sejak aku
masih “ndableg”, tapi temenku cewek dan temenku cowok kan tidak saling akrab.
Akhirnya mereka (cewek) pakai masker saat berdiskusi. Tahu nggak apa yang ku
pikirkan pertama kali saat-saat seperti itu?
Yang
aku rasain saat itu adalah risih. Risih ngobrol sama orang yang maskeran. Risih
dengerin suaranya yang tidak terdengar jelas. Dan menurutku itu sama sekali nggak
sopan dalam berkomunikasi. Ya Allah, ampunilah keawaman hambamu ini. Mungkin
ini yang dirasain beberapa orang yang pernah ku ajak ngobrol dengan masker.
Maafkan aku atas ketidakpahaman ini.
Untuk
saat ini, aku nyaman dengan diriku yang seperti ini. Yang terkadang berniqob
untuk menghindari fitnah, yang kadang tak berniqob untuk menghindari fitnah
pula. Aku cukup percaya diri memperkenalkan aku sebagai diriku dan
karya-karyaku. Jangan puji aku dengan penampilanku ataupun fisik yang ada pada
diriku.
Untukmu
wahai kawanku, izinkan aku terbebas dari dosa akibat pandangan lelaki yang
dalam. Jangan kau upload foto wajahku
di sosmed, karena aku cukup merasa malu untuk dilihat yang bukan mahram.
Barakallahu
fiikum. Semoga ada yang bisa dipetik dari tulisan ini.
Komentar
Posting Komentar